Pelarangan cadar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ditiadakan akibat tekanan sosial?

Pelarangan cadar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ditiadakan akibat tekanan sosial?
niqab Hak atas foto AFP Image caption Kebijakan pendataan dan pembinaan mahasiswi bercadar di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menuai kontroversi dan menimbulkan banyak pandangan publik.

Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, mengeluarkan surat edaran yang mencabut kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar setelah menuai kontroversi di kalangan masyarakat umum.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta lewat Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Waryono menegaskan tidak pernah melarang penggunaan cadar namun hanya ingin melakukan pendataan semata dan 'menutup pintu-pintu yang berpotensi negatif".

Meski begitu universitas itu lalu mencabut pendataan dan kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar pada Sabtu (10/3): "...demi menjaga iklim akademik yang kondusif."

"Yah sampeyan baca sendiri situasi sosialnya. Pertama antar dosen. Yang kedua di Facebook teman-teman mahasiswa juga ternyata memperlihatkan keasliannya," kata Waryono kepada wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan, yang melaporkan untuk BBC Indonesia.

"Ini kan kalau diteruskan artinya kita membiarkan perilaku negatif. Jadi perdebatannya tidak akademik lagi."

Hak atas foto Yaya Ulya Image caption Surat Edaran mengenai pendataan dan pembinaan (kiri) dan Surat Edaran yang mencabut putusan sebelumnya (kanan).

Rabu (07/03) lalu, kampus UIN didatangi puluhan anggota Forum Ukhuwah Islamiyyah (FUI) Daerah Istimewa Yogyakarta yang "keberatan jika memang ada pelarangan menggunakan cadar" di kampus UIN.

Dan hal ini dipandang menjadi tekanan kepada pihak UIN untuk membatalkan kebijakan mereka.

"Ya itu sulit dibantah, bahwa perubahan sikap rektor UIN Sunan Kalijaga didasari oleh sejumlah pandangan, jadi saya kira bukan tekanan dari kelompok masyarakat," kata Ismail Hasani dari lembaga pegiat hak asasi, Setara Institute, kepada BBC Indonesia.

Ditambahkannya bahwa hal itu dapat menjadi 'pelajaran bagi semua pihak' bahwa segala persoalan tidak harus selalu diatasi dengan pendekatan regulatif dengan melarang atau mengatur, dengan membolehkan dan tidak membolehkan."

Hak atas foto FURQON ULYA HIMAWAN Image caption Rombongan anggota FUI mendatangi kampus UIN Kalijaga Yogyakarta, pada Rabu (07/03).

Tekanan sosial 'penyebab diskriminasi'

Bagaimanapun pengamat Islam dan kemasyarakatan, Muhammad Abdullah Darraz, berpendapat bahwa di sisi lain tekanan sosial memang kerap menyebabkan diskriminasi ke kelompok minoritas.

"Misalnya pelarangan jemaat Ahmadiyah, itu kan didasarkan pada tekanan-tekanan massa dipicu oleh satu fatwa yang dikeluarkan MUI tahun 2005," kata Darraz menjabat Direktur Eksekutif Maarif Institute.

"Nah ini saya kira kasus-kasus seperti ini sering terjadi, seharusnya ini bisa dihindari," tambah Darraz.

Meski begitu, Wakil Rektor Waryono menyangkal bahwa pembatalan kebijakan mereka disebabkan oleh tekanan sosial.

"Mungkin ada yang mengaitkan setelah kami didatangi oleh FUI. Justru saya mengapresiasi FUI. Kenapa? Datang untuk tabayyun," kata Waryono.

Kasus ini sendiri sempat memicup pro dan kontra, namun dengan pencabutan pendataan dan pembinaan ini, mungkin kontroversinya berakhir.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.