Korea Utara-AS: Setelah saling ancam, mengapa Donald Trump dan Kim Jong-un mau bertemu?
Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mengejutkan setuju untuk bertemu secara langsung dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Tak ada yang mengira Trump mengambil 'keputusan drastis' ini karena hanya sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, mengatakan pembicaraan langsung antara perwakilan kedua negara 'tidak mungkin bisa digelar dalam waktu dekat'.
Pernyataan Tillerson sangat bisa dipahami karena skala permusuhan antara Washington dan Pyongyang begitu besar dan memburuk dalam beberapa bulan terakhir, sehingga hampir mustahil ada pertemuan langsung antara para pejabat tinggi AS-Korea Utara, apalagi pertemuan langsung antara Trump dan Kim Jong-un.
Enam bulan lalu, Trump mengancam akan 'membumihanguskan Korea Utara jika berani mengancam AS'.
Banyak pihak yang khawatir dengan ancaman Trump, termasuk Haksoon Paik, guru besar dan peneliti di Sejong Institute, yang menggambarkan ancaman itu 'sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya'.
"Kepemimpinan Donald Trump yang tidak biasa dan tidak stabil membuat pemimpin kedua Korea khawatir dengan kemungkinan (Trump) memilih opsi militer," kata Paik.
Lalu, mengapa Trump sekarang setuju bertemu dengan Kim Jong-un?
Trump hingga Jumat (09/03) belum memberikan penjelasan panjang lebar soal keputusannya tersebut.
Di Twitter -medium yang sering ia pakai untuk mengumumkan kebijakan resmi AS- ia hanya menulis bahwa 'Kim Jong-un membahas soal denuklirisasi dengan perwakilan Korea Selatan'.
Hak atas foto AFP Image caption Amerika Serikat berulang kali menegaskan Korea Utara harus menghentikan program senjata nuklirnya.Tak sekadar pembekuan program nuklir, tapi soal penghentikan sama sekali program tersebut, tulis Trump.
Ditulis pula bahwa dalam periode ini tidak ada uji rudal oleh Korea Utara. "Ada kemajuan besar tapi sanksi masih berlaku hingga dicapai kesepakatan. Pertemuan (dengan Kim Jong-un) sedang disiapkan," kata Trump.
Laura Bicker -wartawan BBC di ibu kota Korea Selatan, Seoul- mengatakan mungkin saja Trump melihat ada peluang di depan mata untuk menyelesaikan krisis Korea, yang gagal diselesaikan oleh para pendahulunya.
Jeli melihat peluang?Trump bukan politisi murni dan tak punya sama sekali pengalaman diplomatik, yang membuat 'pandangan dan pendekatannya menjadi tidak biasa'. Latar belakangnya adalah pengusaha.
Kalau sampai ia bisa bertemu Kim Jong-un dan berhasil mencapai kesepakatan, maka akan menjadi kemenangan besar baginya, baik secara pribadi maupun sebagai pemimpin Amerika.
Pemain penting lain di balik rencana pertemuan Trump dan Kim Jong-un, tak diragukan lagi adalah Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in.
Wartawan BBC Laura Bicker mengatakan Moon Jae-in jeli membaca pesan-pesan Kim Jong-un dalam beberapa bulan terakhir dan mengirim delegasi tingkat tinggi Korea Selatan ke Pyongyang, yang diterima langsung oleh Kim Jong-un.
Sebelumnya tim hockey putri kedua negara tampil bersama di pesta Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan.
Pertemuan delegasi tingkat tinggi Korea Selatan-Korea Utara di Pyongyang berlangsung sukses dan Presiden Moon sadar betul bahwa langkahnya mungkin bisa membuat Washington dan pemerintah Jepang tidak suka.
Namun di sisi lain ada peluang untuk mencatat kemajuan dalam mengatasi krisis Korea, yang bagi Moon merupakan risiko yang harus dihadapi dengan imbalan yang jauh lebih besar, jika sukses.
Dan itulah yang terjadi. Pesan denuklirisasi Korea Utara berhasil didapat dan Moon tak menunggu lama untuk mengirim pesan ini ke Presiden Trump.
Bagaimana jika gagal Hak atas foto Getty Images Image caption Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dinilai jeli melihat peluang dan pesan yang dikeluarkan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.Moon mengirim delegasi ke Washington yang dipimpin penasehat keamanan Korea Selatan, Chun Eiu-yong. Dibawa juga surat undangan dari Kim Jong-un untuk Trump.
Di luar dugaan, Trump menerima undangan ini, yang disebut Moon sebagai 'keajaiban'.
Moon sadar bahwa masih banyak kendala dan tantangan ke depan.
Salah satunya adalah sikap atau posisi Korea Utara dan Kim Jong-un yang tak bisa diandalkan. Janji atau komitmen yang sudah dikeluarkan dengan mudah akan dilanggar jika mereka tidak mendapatkan hal yang diinginkan di meja perundingan.
Pertama kali, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bertemu pejabat Korea Selatan Mereka-reka kebijakan Donald Trump atas Korea Utara Bagaimana Presiden Trump seharusnya menangani masalah Korea Utara?Bukankah ini semua membuka kemungkinan Korea Utara untuk kesekian kalinya 'menipu' masyarakat internasional?
Pyongyang sudah selama beberapa dekade memainkan strategi ini. Trump adalah orang baru untuk isu Korea.
Hak atas foto Getty Images Image caption Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, menerima delegasi Korea Utara di Pyongyang pekan ini. Apakah niat Kim untuk mengatasi krisis Korea tulus?Dari sisi teknis, akan banyak hal yang harus disiapkan untuk menggelar pertemuan yang direncanakan pada bulan Mei tersebut.
Robert Kelly, guru besar ilmu politik di Universitas Busan, Korea Selatan, mengatakan Trump 'tidak membaca apalagi belajar dan cenderung bertindak di luar skenario yang telah disiapkan'.
"Hampir tak ada waktu bagi staf untuk menyiapkan pertemuan (antara Trump dan Kim Jong-un)," kata Kelly.
Jika kendala teknis bisa diatasi, maka pertemuan langsung antara Trump dan Kim Jong-un tak diragukan lagi akan menjadi pertemuan bersejarah.
Dan jika Kim Jong-un bersedia menghentikan program nuklir, ancaman nuklir dari negara ini bisa dianggap selesai.
Tak hanya perdamaian yang diwujudkan, Hadiah Nobel Perdamaian akan menanti Trump, Kim Jong-un, dan Moon Jae-in.
Tapi bagaimana jika ini semua batal menjadi kenyataan?
Semuanya akan kembali ke posisi awal: ketegangan kawasan yang tak berujung, ditandai adu gertak, dan uji senjata oleh Korea Utara.
Post a Comment