Setya Novanto dihukum 15 tahun, denda Rp 500 juta, dicabut hak politik 5 tahun
Hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan Setya Novanto terbukti bersalah dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun.
Pengacara mengatakan putusan itu keliru, kendati Setya Novanto sendiri tidak langsung menyatakan banding melainkan 'pikir-pikir.'
Mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar itu dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.
"Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK," kata Ketua Majelis Hakim, Yanto, Selasa (24/04), seperti dilaporkan wartawan BBC Abraham Utama dari persidangan.
Sidang korupsi E-KTP: Setya Novanto minta hakim mencairkan aset-asetnya 'karena banyak tanggungan' Kasus E-KTP: Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara, denda, dan pencabutan hak politik lima tahun Setya Novanto: Puan Maharani dan Pramono Anung 'terima US$500.000', PDIP membantahHukuman penjara yang dijatuhkan, sedikit lebih ringan dibandingkan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum, yaitu penjara 16 tahun.
Uang pengganti yang harus dibayarkan, US$7,3 juta dalam kurs terbaru setara dengan lebih dari 101 miliar. Jika Setya tak membayar uang pengganti itu, kata Ketua Majelis Hakim, Yanto, harta benda Setya akan disita untuk memenuhi hukuman itu. Yanto berkata, kalaupun harta Setya tidak cukup, mantan Ketua DPR itu harus menjalani pidana penjara tambahan selama dua tahun.
Adapun pencabutan hak politik Setya selama lima tahun, artinya selama lima tahun sejak menyelesaikan masa hukumannya di penjara nanti, Setya Novanto tidak boleh memilih atau dipilih atau menduduki jabatan publik.
Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty ImagesDitanya hakim tentang sikapnya atas putusan itu, Setya Novanto kemudian berunding dengan pengacaranya yang dipimpin Maqdir Ismail, dan kemudian menyatakan, "Saya akan berbicara lebih dahulu dengan keluarga saya, dan karenanya saya minta diberi waktu untuk pikir-pikir dulu," katanya.
Namun kuasa hukumnya, Firman Jaya, menyebut bahwa pengajuan banding sekadar soal waktu saja. Menurutnya, saat ini Novanto tengah berembuk bersama istri dan anaknya terkait upaya hukum berikutnya.
"Sebenarnya Pak Novanto bisa saja langsung menyatakan banding, tapi tidak arif kalau dia tidak mendengar putra-putrinya," tutur Firman.
Menurut Firman, vonis terhadap kliennya didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang tidak tepat. Karenanya Setnov, panggilan populer mantan politikus ini, memilik dasar yang kuat untuk mengajukan banding.
"Hakim salah satunya menyebut tidak tercapainya target Sucofindo. Itu kan di luar kompetensi Novanto, tapi malah dibebankan kepadanya," ujar Firman.
Setya Novanto dan media sosial: dari status tersangka hingga ditahan KPK Setya Novanto 'hilang', tagar #IndonesiaMencariPapah pun terbilang 'Dimana benjolnya?' Reaksi warganet terhadap 'drama Setnov': dari bakpao sampai tiang listrikMerujuk pembuktian di persidangan, majelis hakim menyatakan perbuatan Setya memenuhi unsur menguntungkan atau memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi.
Tindakan Setya dalam proyek KTP elektronik itu juga disebut memenuhi unsur menyalahgunakan jabatan dan unsur merugikan keuangan negara.
Majelis hakim menyatakan, Setya secara bersama-sama melakukan korupsi seperti dinyatakan jaksa dalam dakwaan kedua.
Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty ImagesSebelumnya, dalam kasus yang sama, Pengadilan Tipikor juga telah menjatuhkan vonis bersalah pada dua eks pejabat Kementerian Dalam Negeri, yaitu Irman dan Sugiharto.Pengusaha Andi Narogong juga dijatuhi hukuman penjara karena dinyatakan terlibat patgulipat proyek e-KTP.
Mantan ketua umum Golkar ini dianggap memiliki pengaruh untuk meloloskan jumlah anggaran KTP Elektronik ketika dibahas di Komisi II DPR RI pada 2011-2012.
Dalam pembelaannya di sidang terdahulu (13/4), baik pembelaan pribadi maupun pembelaan hukum dari tim pengacara, ia menyatakan diri tidak bersalah, dan membantah semua dakwaan.
Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty ImagesSetya Novanto waktu itu mengaku bertemu sejumlah pengusaha terkait E-KTP, termasuk Andy Narogong dan Johanes Marliem yang kemudian tewas di Amerika. Pertemuan pertama berlangsung di sebuah hotel, disusul beberapa pertemuan lain di rumahnya. Namun ia mengaku tak pernah menindak-lanjuti permintaan mereka untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di DPR terkait proyek e-KTP. Ia mengaku merasa dijebak dalam kasus itu.
Bahwa ia mengembalikan uang sebesar Rp5 miliar ke KPK, katanya, itu sebagai tangung jawab atas perbuatan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi, yang menerima uang Rp5 miliar dari Andi Narogong dan sebagian diserahkan kepada sejumlah anggota Komisi II DPR.
Post a Comment