Mengapa Asian Games sulit saingi keriuhan promosi politikus?

Mengapa Asian Games sulit saingi keriuhan promosi politikus?
Baliho Cak Imin di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi Hak atas foto Kompas.com/Yoga Sukmana Image caption Baliho Cak Imin di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi

Asian Games tinggal empat bulan lagi namun perhatian publik lebih banyak ditujukan pada baliho para politikus.

Presiden Joko Widodo sempat menyindir promosi Asian Games yang disebutnya lebih sedikit daripada baliho Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.

"Pak Presiden sempat joking (bercanda) bahwa -saya lebih sering melihat billboard Cak Imin. Saya lebih sering melihat billboard politisi-politisi daripada billboard Asian Games," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menceritakan perkataan Jokowi di rapat terbatas mengenai persiapan Asian Games 2018, seperti dilansir dari detikcom.

Banyaknya baliho pencalonan Cak Imin sebagai Wakil Presiden memang telah menjadi pembicaraan di media sosial.

Menurut Jokowi, promosi Asian Games di media lokal maupun internasional belum signifikan. Padahal, Asian Games tinggal empat bulan lagi.

Asian Games akan diselenggarakan di Jakarta dan Palembang pada 18 Agustus hingga 2 September 2018. 40 cabang olahraga akan dipertandingkan oleh sekitar 15.000 atlet dari 45 negara di Asia.

Total anggarannya mencapai Rp 6,6 triliun, berasal dari anggaran negara dan dana sponsor.

Dua anak Soeharto di panggung politik, indikasi kebangkitan dinasti Soeharto? SARA dan hoaks: mengapa bisa begitu laku sebagai komoditi politik?

Menurut pengamat olahraga sekaligus wartawan olahraga senior Kompas Budhiarto Shambazy, Asian Games sulit menyaingi riuhnya politik dalam menarik perhatian publik. Pembukaan Asian Games yang sangat dekat dengan pencalonan calon presiden membuat fokus masyarakat akan terfokus pada duel para calon presiden.

"Kecuali jika ada kejutan. Misalnya kita sapu bersih emas cabang bulu tangkis, itu ada unsur wow-nya, baru percakapan bisa beralih ke sana," kata Budhiarto.

"Berita positif yang membuat kita bangga sebagai bangsa, bisa mengalahkan berita politik," kata dia. Sayangnya, kesempatan tersebut terbatas, karena harapan untuk mendapatkan kejutan hanya mungkin didapatkan dari cabang bulu tangkis. Selain itu, harapannya tipis.

Dia juga menilai pemberitaan media yang belum menggebu-gebu masih terhitung normal.

Keluar dari isu domestik, ulama perempuan Indonesia serukan politik tanpa isu primordial Politik SARA 'lebih buruk' dari politik uang karena berdampak perpecahan

Karena waktunya masih terlalu jauh, media belum menyediakan ruang khusus untuk menulis tentang Asian Games. Dia memperkirakan bahwa liputan khusus soal ini baru akan dilakukan oleh media pada bulan Juli.

Adapun masyarakat dinilainya tidak akan terlalu bersemangat menyambut gelaran pesta olahraga Asia ini. "Masyarakat di semua negara, menurut pengalaman saya meliput, memang tenang-tenang saja, pasif," kata dia.

Minat masyarakat akan ditentukan oleh harga tiket. "Kalau mahal tidak ada yang mau menonton. Kecuali beberapa cabang olahraga yang menarik perhatian, seperti sepak bola, voli, basket," kata Budhiarto.

Tiket yang saat ini sudah ditentukan berharga minimal Rp 50 ribu dinilainya terlalu mahal. "Harusnya minimal 20 ribu. Apalagi pada olahraga yang tidak terlalu diminati seperti misalnya sepak takraw, kabbadi," tambahnya.

Hak atas foto Getty Images/ADEK BERRY Image caption Gelora Bung Karno yang sudah bersolek demi menyambut Asian Games.

Indonesia sendiri dinilai tidak akan menjadi tuan rumah yang berjaya di puncak peringkat perolehan medali Asian Games. Target yang dipatok bukan tiga besar, tapi masuk sepuluh besar dengan mendapatkan 16 emas.

Sebelumnya, Indonesia lebih sering berada di luar peringkat 10 besar, dan bahkan pernah terlempar ke luar 20 besar.

"Sepanjang sejarah, Asian Games selalu jadi acara yang berat untuk Indonesia. Kita nggak mimpi jadi juara umum," kata Budhiarto.

"Kita sudah minder, jadi sayup-sayup saja menyampaikan target ini," kata dia. Budhiarto berharap panitia menyampaikan target ini kepada masyarakat dengan percaya diri agar makin banyak yang mengetahui berapa target yang mungkin dicapai.

Menurut Budhiarto, kesempatan terbaik Indonesia meraih medali emas ada pada pertandingan bulu tangkis. "Kalau mereka bermain kesetanan di depan publik sendiri, bisa. Mereka bisa minimal merebut tunggal putra putri, ganda putra putri dan campuran, lima emas saja sudah top," kata dia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.