Ditangani Polres Jakarta Utara, kasus Novel Baswedan dikhawatirkan tak kunjung tuntas

Ditangani Polres Jakarta Utara, kasus Novel Baswedan dikhawatirkan tak kunjung tuntas
Novel Baswedan Hak atas foto KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG Image caption Sejak April 2017, kepolisian belum menangkap dan menetapkan tersangka dalam kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Pelibatan penyidik dari kepolisian setingkat resor dianggap dapat membuat penyelesaian kasus serangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) Novel Baswedan molor.

Tim penasihat hukum Novel merasa janggal karena klien mereka pekan lalu menerima surat panggilan pemeriksaan berkop Polres Jakarta Utara. Padahal selama ini kasus tersebut ditangani Polda Metro Jaya.

"Kasus ini rumit, aktor yang terlibat diduga memegang jabatan tertentu, berarti perkara sulit ini harus didampingi dan dilakukan di tingkat polda atau Mabes Polri," kata Alghiffari Aqsa, kuasa hukum Novel, Kamis (26/04).

Alghiffari merujuk Peraturan Kapolri 14/2012 tentang manajemen penyidikan. Beleid itu memuat empat kategori kasus berdasarkan kadar kesulitan, yaitu mudah, sedang, sulit, dan sangat sulit.

Kasus sulit dan sangat sulit memiliki kriteria serupa, yaitu identitas pelaku yang belum diketahui dan diduga dilindungi kelompok tertentu.

Adapun pasal 17 ayat (4) poin h dalam peraturan itu menyebut, perkara yang sangat sulit memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang.

"Faktanya, sudah setahun lebih kasus ini belum selesai, aktor lapangannya pun belum ditangkap. Kalau perkara ini mudah, kan seharusnya cepat selesai," kata Alghiffari.

Tim penasihat hukum Novel hingga saat ini mengaku belum mengetahui alasan di balik panggilan pemeriksaan Novel sebagai saksi di Polres Jakarta Utara.

Pekan lalu, kata Alghiffari, Novel tak menghadap ke polisi karena pada hari tersebut harus menjalani pemeriksaan mata di Singapura.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Muhammad Iqbal, membantah pelimpahan perkara Novel dari Polda Metro Jaya ke tingkat polres.

Iqbal mengklaim, penyidik Polda Metro hanya meminjam markas Polres Jakarta Utara agar pemeriksaan digelar dekat rumah Novel yang berada di kawasan Kelapa Gading.

"Proses penyidikan kasus Novel Baswedan masih ditangani Polda Metro. Hanya saja, ada beberapa teknis penyidikan, itu strategi kami, tujuannya agar tidak jauh dari rumahnya."

"Jika kondisinya kurang sehat, kami juga bisa saja memeriksa dia di rumah," kata Iqbal melalui sambungan telepon.

Wakil Ketua KPK Saut Sitomurang mengaku belum mengetahui perkembangan terbaru penuntasan kasus Novel, termasuk pelibatan Polres Jakarta Utara. Ia menganggap kepolisian dapat melakukan berbagai cara untuk menemukan pelaku.

"Yang utama adalah pelakunya ditemukan. Soal ada banyak orang membantu, apakah perlu di luar sistem dan unit mana yang melakukan itu, hanya strategi saja," kata Saut melalui pesan singkat.

Hak atas foto ROBERTUS BELARMINUS/KOMPAS.COM Image caption November 2017, Polda Metro Jaya merilis dua sketsa wajah terduga penyerang Novel, namun keduanya belum ditangkap.

Bagaimanapun, kata Eva Achjani, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, secara umum kapasitas penyidik polres lebih rendah dibandingkan penyidik di tingkat polda.

Eva mengatakan, atas alasan perbedaan kemampuan dan kompentensi itu pulalah kasus yang masuk kategori sulit dan sangat sulit harus ditangani polda.

"Di polda penyidik berpangkat komisaris. Penyidik paling tinggi adalah perwira ajun komisaris besar. Mereka punya pengetahuan yang lebih baik dibandingkan perwira di bawahnya," ujar Eva.

"Pengetahuan, pendidikan, dan kemampuan menganalisis perkara mereka juga berbeda. Penyidik paling tidak harus strata satu, jumlah itu terbatas di polres," tambahnya.

Lebih dari itu, Eva menilai pergantian penyidik dalam suatu perkara pidana berpotensi mengulur pelimpahan kasus ke kejaksaan.

Menurut Eva, penyidik harus mengetahui secara runut kasus yang ditangani, menganalisis barang bukti dan menemukan unsur perbuatan pidana. Proses itu membutuhkan waktu, kata dia, terutama jika terjadi pergantian penyidik.

"Bukan hanya mengulur, tapi penanganan kasus menjadi tidak pasti karena penyidik baru itu harus memulai dari awal," kata Eva.

Hak atas foto KPK Image caption Akhir Februari lalu Novel kembali dari Singapura setelah menjalani perawatan mata selama beberapa bulan. Hingga Mei nanti, Novel masih diminta beristirahat total.

Tanggal 11 April lalu kasus serangan air keras terhadap Novel genap bergulir selama setahun. Hingga saat ini belum ada satupun orang yang ditetapkan menjadi tersangka pada perkara itu.

Kepolisian, baik di tingkat Mabes Polri maupun Polda Metro Jaya berulang kali menyatakan berupaya keras menuntaskan kasus tersebut.

"Kami tidak main-main. Saya kan berapa kali bilang, kami optimistis bisa terungkap. Ini hanya masalah waktu," ujar Setyo Wasisto, Kepala Divisi Humas Polri, 12 April lalu.

Penyebaran sketsa terduga pelaku, pengecekan rekaman kamera tersembunyi di rumah Novel hingga pelacakan komunikasi telepon para pihak yang dekat dengan Novel diklaim telah dilakukan Polri.

Kelompok masyarakat sipil mendesak Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mempercepat pengusutan kasus itu. Namun usulan itu belum terlaksana.

Pimpinan KPK secara diplomatis menyerahkan penanganan perkara itu kepada Presiden Jokowi dan kepolisian.

Berulang kali pula Presiden Jokowi angkat bicara terkait persoalan ini. "Yang jelas semua masalah memang harus gamblang, harus jelas, dan harus tuntas," ujarnya November silam.

Tepat setahun setelah air keras disiramkan orang tak dikenal ke mata kirinya, Novel mengungkap kekecewaannya. Ia merasa telah memberitahu seluruh informasi yang berkaitan dengan serangan tersebut.

"Saya kecewa dengan proses pengungkapan ini. Saya menduga, ini memang belum mau diungkap, saya kecewa sekali," ujarnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.