Bagaimana Cina membalas langkah 'perang dagang' AS?

Bagaimana Cina membalas langkah 'perang dagang' AS?
Bottles of California wines are displayed on a shelf at John and Pete's Fine Wine and Spirits on February 14, 2017 in Los Angeles, California. Hak atas foto Getty Images Image caption Anggur AS tergolong produk yang terdampak dalam 'perang dagang' ini.

Cina akhirnya memberlakukan tarif bea masuk hingga 25% terhadap 128 produk impor dari AS, antara lain daging babi dan minuman anggur, sebagai pembalasan atas langkah Presiden AS Donald Trump yang menaikkan bea atas impor baja dan aluminium awal Maret lalu.

Cukai impor itu berdampak pada berbagai barang senilai $3miliar (Rp41 triliun) yang berlaku mulai hari Senin (2/4) ini.

Beijing mengatakan langkah itu ditempuh untuk "menjaga keseimbangan kepentingan dan neraca Cina" yang dirugikan oleh cukai baru AS.

Cina ancam tetapkan pembalasan terhadap langkah Donald Trump: Siapa rugi dalam perang dagang AS-Cina? Presiden Trump umumkan tarif atas produk Cina senilai Rp826 triliun Trump jatuhkan sanksi pada Cina hari ini, perang dagang mengancam?

Sebelumnya Cina mengatakan tidak menginginkan terjadinya perang dagang tetapi tidak akan berpangku tangan belaka jika ekonomi mereka dirugikan.

Namun Trump bersikukuh bahwa 'perang dagang itu bagus,', dan merupakan hal yang 'gampang' bagi AS untuk menang perang dagang.

Pihak berwenang Amerika sudah lebih dahulu mengumumkan rencana pengenaan bea masuk yang menyasar puluhan miliar dolar impor Cina, kata wartawan BBC Chris Buckler, dari Washington.

Mereka berkilah, langkah itu merupakan tanggapan atas praktik perdagangan Cina yang tidak adil dan berdampak buruk pada perusahaan-perusahaan AS.

Produk apa yang terpengaruh?

Produk aluminium AS dan daging babi beku akan dikenakan tarif tambahan 25% — selain cukai sekarang.

Beberapa produk pangan AS lainnya termasuk kacang, buah segar dan kering, ginseng dan anggur akan terkena kenaikan 15%.

Produk batang baja gulungan juga akan menderita kenaikan pajak masuk 15%.

Hak atas foto BBC Indonesia

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.