Pemerintah pusat Jakarta mengaku kesulitan tangani wabah kelaparan di Asmat

Asmat, Papua Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty Images Image caption Gizi buruk dan campak sudah menelan 71 jiwa anak Asmat.

Menteri Sosial, Idrus Marham, mengakui pemerintah Indonesia menghadapi kesulitan dalam menangani bencana gizi buruk atau busung lapar yang melanda Kabupaten Asmat.

Alasanya adalah kondisi alam dan minimnya infrastruktur.

"Daerah ini memang terisolasi. Harus dipangkas dulu isolasinya," kata Idrus dalam acara diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin (29/01).

Hingga 28 Januari 2018, total 71 anak meninggal dunia akibat gizi buruk dan campak di Asmat, meningkat dari sebelumnya 68 orang. Sementara ratusan lainnya hingga saat ini masih menjalani perawatan.

Campak dan kelaparan di Asmat: ke mana APBD triliunan? 'Kelaparan' dan wabah campak di Papua menyebar, korban jiwa hampir 100 orang Kemarau panjang perparah gizi buruk di NTT

Rinciannya 66 anak meninggal karena penyakit campak, sementara lima anak anak karena gizi buruk dengan wilayah yang paling banyak korban adalah Distrik Pulau Tiga mencaapai 37 jiwa.

Idrus menambahkan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka di sana juga tidak layak dan tidak sehat, "Ini jadi faktor utama menentukan kesehatan masyarakat."

Kondisi geografis yang sulit itu juga diangkat oleh Menteri Kesehatan, Nina Moeloek, yang sudah berkunjung langsung ke Agats, Kabupaten Asmat, bersama Menteri Sosial Idrus Marham.

Menurut Nina, warga di sana tinggal di rumah di atas kawasan rawa-rawa yang kalau pasang naik akan membawa kotoran, "Air bersih dan listrik juga tidak ada."

Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty Images Image caption Agats, ibu kota Kabupaten Asmat dikelilingi oleh rawa-rawa.Masalah infrastruktur turut memperparah kondisi Asmat

Menteri Nina menambahkan infrastruktur kesehatan dan lainnya di sana juga tidak memadai. Bahkan, "rumah sakit yang ada juga tidak layak disebut sebagai rumah sakit."

Kondisi bandara yang ada di Asgats juga memprihatinkan. "Persis sama seperti warteg," ujar Menteri Kesehatan yang menambahkan bahwa transportasi di Asgats yang hanya mengandalkan sepeda motor listrik membuat secara tata ruang, kota itu memang tidak mungkin berkembang.

Hak atas foto KEMENKES RI Image caption Satu-satunya rumah sakit di Kabupaten Asmat yang disebut tidak layak oleh Menteri Kesehatan Nina Moeloek

Minimnya infrastruktur, terutama kesehatan, lanjut Nina, tak sebanding dengan dana yang diperoleh Asmat. "Tahun 2017 ada Rp69 miliar dana kesehatan untuk kabupaten itu."

Jumlah itu belum termasuk dana otonomi khusus (otsus) yang disalurkan ke Papua setiap tahunnya. yang pada tahun 2017 lalu mencapai Rp5,5 trilun ditambah lagi dengan Rp2,6 triliun dana infrastruktur.

Sementara untuk 2018, pemerintah pusat mengalokasikan Rp5,6triliun dana otsus dan Rp2,4 triliun sebagai dana infrastruktur sehingga total menjadi Rp8 triliun.

Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty Images Image caption Dana untuk Papua yang besar tak sebanding dengan fasilitas yang ada di sana.

Menurut Nina, pemerintah pusat juga sulit memonitor fasilitas kesehatan di sana karena aparat pemerintah lokal yang tak memadai.

"Sebagai contoh, sampai hari ini kami terus meminta laporan imunisasi, tapi belum dikirim-kirim sama Dinas Kesehatan Asmat," keluh Nina.

Asmat adalah puncak gunung es bencana serupa di Papua

Deputi II Kantor Staf Presiden, Yanuar Nugroho, mengatakan perlu solusi jangka panjang terkait kejadian luar biasa kelaparan di Asmat, antara lain dengan program pendampingan terhadap aparat pemerintahan di Papua.

"Persoalannya ada di pemerintah daerah," tudingnya.

Sementara untuk jangka pendek, menurut Yanuar, yang perlu dilakukan hingga Februari 2018 adalah bagaimana agar korban tidak bertambah. "Asmat adalah wake up call bagi kita semua."

Hak atas foto KEMENKES RI Image caption Kondisi alam dan infrastruktur yang minim menyulitkan tim bantuan bergerak di Asmat

Yanuar memaparkan ada beberapa daerah lain di Papua yang terancam bencana serupa karena Asmat lebih merupakan fenomena puncak gunung es. Beberapa wilayah lain yang berpotensi mengalami hal serupa adalah Tolikara, Nduga, Intan Jaya, Lanny Jata, Jayawijaya, dan Dogiyai.

Ada lebih dari 44.000 orang komunitas adat terpencil di pedalaman Papua yang membutuhkan perhatian lebih dan yang ditangani Kemensos baru sekitar 2%.

Data Kementerian Sosial menunjukkan kejadian luar biasa seperti ini sudah keenam kalinya terjadi di Kabupaten Asmat namun yang terbaru merupakan yang paling parah.

Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty Images Image caption Bencana kelaparan atau gizi buruk dan penyakit lainnya besar kemungkinan terjadi di wilayah lain di Papua.Gizi buruk dan campak, puluhan tewas di Papua: pemerintah lambat? Masalah Papua: 'Kalau diselesaikan dengan senjata, isolasi akan terjadi lagi' Pembangunan di Papua digalakkan Jokowi, tapi mengapa aspirasi merdeka tetap hidup? Apa yang dilakukan pemerintah?

Dalam menangani bencana KLB campak dan gizi buruk ini, pemerintah sudah menurunkan tim langsung dari Jakarta untuk menangani warga Asmat selain mengirimkan bantuan pangan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya.

Menteri Kesehatan Nina Moeloek mengatakan bahwa penanganan gizi buruk dan busung lapar tidak gampang dan butuh waktu lama berhubung pasien tidak bisa langsung diberi makan karena akan dimakan cacing yang ada di perut.

"Yang pertama dilakukan adalah membasmi cacing dalam perut dulu," kata Nina. "Setelah itu, baru dikasi asupan makanan."

Menurut Nina, saat ini ada 177 tenaga kesehatan di Asmat yang membantu menangani kasus tersebut, bergabung dengan tim dari Kementerian Sosial dan TNI.

Hak atas foto DITJEN YANKES Image caption Pemerinta fokus penanganan jangan sampai ada korban lebih banyak di Asmat. Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty Images Image caption Semua instansi, termasuk TNI, bahu membahu menangani bencana di Asmat.

"TNI total mengirimkan 260 orang, termasuk delapan tim kesehatan," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal M. Sabrar Fadhilah.

Untuk mengatasi kejadian luar biasa ini, para tenaga perbantuan itu akan bertahan di sana selama mungkin, "Awalnya untuk 30 hari, tapi terakhir diputuskan untuk satu tahun ke depan."

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.