Menunggu Runtuhnya Dominasi Samsung di Indonesia

Jakarta, Selular.ID – Meski masih mampu mendominasi pasar global, namun bagi Samsung, tahun 2017 tak sepenuhnya menjadi cerita sukes. Pasalnya, Samsung harus mengakui keunggulan Xiaomi di India. Padahal mereka sudah mendominasi pasar di negeri Hindustan itu selama enam tahun sebelumnya.

Laporan terbaru yang dikeluarkan lembaga riset terkemuka Canalys, menyebutkan Xiaomi kini menduduki posisi teratas, setelah mampu menjual 8,2 juta unit pada Q4 2017.

Samsung tercatat meningkatkan pertumbuhan tahunan sebesar 17%, namun chaebol Korea Selatan itu harus puas menempati posisi kedua Tiga vendor China lainnya, Vivo, Oppo dan Lenovo membulatkan posisi di lima besar.

Ishan Dutt, analis riset Canalys, mengatakan bahwa ketekunan Xiaomi telah terbayar dan hasilnya sungguh di luar dugaan. Mengingat vendor yang identik dengan warna jingga itu baru memasuki pasar India tiga tahun yang lalu.

“Beberapa faktor telah berkontribusi pada pertumbuhan Xiaomi yang mencengangkan. Namun keberhasilan utama mengalahkan Samsung terletak pada otonomi yang diberikan unit Xiaomi di India. Mereka membiarkan unit tersebut menjalankan bisnis secara lokal”, kata Ishan.

Analis lain dari Canalys, Rushabh Doshi, mengatakan bahwa lepasnya posisi teratas Samsung berasal dari ketidakmampuan untuk mengubah portofolio produk berbiaya rendah. Samsung disebutnya tak mampu mempertahankan konsumen di kelas low end yang banyak beralih Xiaomi, terutama smartphone di kisaran 15.000 Rupee (USD236).

Meski sukses mengungguli Samsung, Canaylis menyebutkan pangsa pasar kedua vendor tersebut terbilang tipis. Xiaomi 27 persen dan Samsung 25 persen.

Alhasil, pertarungan sengit diantara keduanya dipastikan akan berlanjut di sepanjang 2018. Untuk bisa menyaingi Xiaomi, Samsung diprediksi bakal merombak portofolio smartphone berbiaya rendah.

“Samsung akan berupaya dengan segala cara mengambil kembali status sebagai vendor terbesar yang masih melekat di benak konsumen India”, ujar Doshi.

Efek Domino

Lepasnya predikat sebagai vendor nomor satu di India jelas merupakan pukulan telak bagi Samsung. Pasalnya, bersama China, Indonesia dan Jepang, India adalah negara yang sangat strategis di kawasan Asia Pasifik. Dengan populasi yang sangat besar, India yang kini memiliki 300 juta pengguna smartphone, merupakan pasar smartphone terbesar kedua di dunia, di bawah China.

Menurut data yang dikeluarkan Canalys, India mengirimkan 40 juta smartphone dalam 3 kuartal tahun 2017 ini. Angka tersebut naik 23% dari tahun lalu. Peningkatan inilah yang membuat India bisa mengalahkan AS yang lengser ke posisi tiga.

Bagi Samsung, kekalahan dari Xiaomi, mengindikasikan bahwa vendor yang identik dengan warna biru itu, semakin tak kuasa mempertahankan pangsa pasarnya di berbagai negara strategis, di gerus vendor-vendor China yang datang bagai air bah.

Tak dapat dipungkiri, Samsung tengah terhimpit efek domino. Pasalnya kekalahan di India merupakan kali kedua, setelah di China mereka juga tak lagi menjadi penguasa pasar.

Alih-alih menjadi challenger, market share Samsung di China semakin anjlok. Laporan terbaru oleh Strategy Analytics menyatakan penguasaan pasar Samsung di China telah turun 2% pada Q4 2017.

Laporan tersebut memprediksi bahwa pangsa pasar Samsung hanya berkisar 1,6% di periode itu, sehingga hanya menempati peringkat ke-9. Rontoknya Samsung terbilang cukup cepat, karena beberapa tahun sebelumnya, perusahaan ini pernah menjadi pemain dominan di China dengan pangsa pasar mencapai 20%.

Namun dominasi tersebut berangsur-angsur menurun selama bertahun-tahun seiring dengan kebangkitan Huawei, Xiaomi Oppo dan Vivo.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa pangsa gabungan keempat perusahaan ini mencapai 66% selama kuartal ketiga 2017. Namun diprediksi akan turun menjadi 57,3% di Q4 karena kehadiran iPhone X buatan Apple.

Akibat menciutnya pangsa pasar secara drastis, Samsung terpaksa mengurangi sekitar 20.000 pekerja di China selama dua tahun terakhir. Perusahaan juga mengganti kepala unit China di tengah penjualan yang lemah.

Sayangnya, penerapan dua kebijakan tersebut nyatanya tak mampu membalikkan keadaan. Dengan pangsa pasarnya terus mengecil, berbagai kalangan mengindikasikan, momentum Samsung semakin meredup di negeri Tirai Bambu itu.

Di sisi lain, pesaing terdekatnya, Apple masih terus berkibar. Dengan iPhone sebagai produk unggulan, Apple adalah satu-satunya merek asing di lima besar di China. Menurut Strategy Analytics, Apple memiliki pangsa pasar 7,2% pada kuartal ketiga dan diperkirakan akan meningkat menjadi 10,7% di Q4 karena iPhone X.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dengan lepasnya predikat sebagai vendor nomor satu di China dan India, timbul pertanyaan bagaimana peluang Samsung mempertahankan posisinya di Indonesia, mengingat situasinya tidak jauh berbeda.

Seperti diketahui, seiring dengan meroketnya smartphone berbasis Android, Samsung sukses mendominasi pasar ponsel di Indonesia sejak 2012. Keberhasilan menguasai Indonesia, negeri dengan potensi penjualan ponsel terbesar keempat di dunia, merupakan kredit tersendiri bagi Samsung, setelah lama berada dibawah baying-bayang Nokia.

Namun tentu saja, vendor lain, terutama China tak ingin Samsung terus nyaman diposisi tersebut. Terbukti, sejak tiga tahun terakhir, pabrikan asal China terus memperkuat mesin ekspansi di Indonesia.

Hal itu dengan cepat mengubah peta persaingan. Berkat agresifitas sejumlah pemain utama, seperti Oppo, Xiaomi, Lenovo dan Vivo, lembaga riset terkemuka IDC mencatat, pangsa pasar smartphone asal China terus melonjak siginifikan.

Pada 2015 angkanya baru sebesar 12 persen, namun meningkat menjadi 23% sepanjang 2016, dan menjadi 31% di Q1- 2017. Bukan tak mungkin, pada tahun-tahun mendatang, market share smartphone China menembus lebih dari 50%.

Berlipat gandanya market share vendor-vendor China, membuat peringkat merek berubah dengan cepat. Berdasarkan laporan IDC per kuartal ketiga 2017. Lima besar merk smartphone di pasar Indonesia, adalah Samsung, Oppo, Advan, Vivo dan Xiaomi.

Samsung memang masih bertengger di posisi puncak dengan perolehan market share 30%, menyusul di posisi kedua Oppo 25%. Tiga besar dibawahnya adalah Advan 8,3%, Vivo 7,5% dan Xiaomi 5,2%.

Mengacu kepada data tersebut, tiga besar pabrikan smartphone di Indonesia sudah dikuasai oleh China (37,7%). Bahkan, jika dikerucutkan, dua vendor masing-masing Oppo dan Vivo yang nota bene sister company, sesungguhnya sudah menjadi penguasa pasar. Pasalnya, perolehan keduanya sudah sebesar 32,5%, mengungguli Samsung.

Khusus Oppo, Samsung perlu extra waspada. Meski masih berada di posisi runner up, Oppo semakin memepet Samsung. Berdasarkan laporan IDC tersebut, selisih di antara keduanya sangat tipis, yakni hanya 4,5%.

Pencapaian Oppo terbilang mengejutkan. Pasalnya, gap Oppo dengan Samsung pada kuartal sebelumnya masih terbilang cukup lebar.

Dalam laporan IDC pada Q3 2016, Samsung menguasai sekitar 32,2% pangsa pasar smartphone di Indonesia, disusul Oppo (16,7%), Asus (8,2%), Advan (6%), Lenovo (5,7%), selebihnya dikerubuti belasan merek lainnya.

Hebatnya, jika kita melongok dua tahun sebelumnya, yakni Q4 2015, posisi Oppo bahkan belum masuk dalam lima besar. Secara berturut-turut periode itu diduduki oleh Samsung dengan raihan 24,8%. Disusul Asus (15,9%), Smartfren Andromax (10,8%), Advan (9,6%), dan Lenovo (6,5%).

Selain Oppo, tentu saja Samsung harus mewaspadai agresifitas Xiaomi. Berbekal keberhasilan menekuk Samsung di India, vendor yang digawangi oleh Lie Jun itu, bertekad kuat untuk memuncaki pasar Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Xiaomi memang punya modal menjadi kampiun di Indonesia. Pasalnya, brand tersebut sudah kuat dipersepsikan punya produk bagus namun harga yang tak bikin kantong bolong. Tak sedikit yang bilang, smartphone Xiaomi setara dengan smartphone kelas premium semacam iPhone.

Persepsi positif tersebut tentu saja dengan cepat mengatrol Xiaomi ke jajaran papan atas. Untuk menggerakan momentum penjualan, manajemen Xiaomi terus bergerak cepat. Varian RedMi 5A yang dibandrol murah, hanya seharga Rp 999.000 pada Desember 2017 lalu, menjadi contoh briliannya strategi Xiaomi untuk menciptakan ceruk pasar baru. Segmen low end yang ingin mencicipi smartphone berkualitas dengan harga terjangkau.

Meski masih memiliki basis pasar yang cukup kuat, terutama konsumen yang mengedepankan kualitas, namun tak dapat dipungkiri sebagai pemimpin pasar Samsung memiliki sejumlah persoalan yang bisa membuatnya terjungkal dari posisi puncak.

Diantarnya adalah karena kejenuhan yang membuat produk Samsung menjadi generik. Semua kalangan dari berbagai segmen menggunakan banyak Samsung, sehingga tak ada ekslusifitas.

Persoalan lain juga menyangkut value for money. Saat ini di pasar smartphone, Samsung terbilang cukup lengkap dalam menghadirkan lini produknya, di mana hampir di semua segmen tersedia.

Namun jika bicara mengenai harga, jika dibanding dengan para pesaingnya, harga smartphone Samsung dengan spesifikasi yang tak jauh beda ternyata harganya relatif lebih mahal.

Kondisi ini tentu berpengaruh terutama bagi konsumen yang jeli yang tidak memiliki fanatisme terhadap suatu brand, di mana mereka akan berpikir ulang untuk membeli produk dengan spesifikasi sama tapi dibanderol lebih mahal.

Padahal, di sisi lain banyak bertebaran produk dengan spesifikasi mirip-mirip namun dilempar dengan harga lebih miring. Singkatnya, bisa dikatakan kecenderungan membeli smartphone hanya karena merek semata, sudah mulai menurun. Pengguna kini lebih berpikir akan value for money.

Singkat kata, dengan marketing campaign yang agresif, dibarengi dengan jalur distribusi yang terus meluas ke seluruh Indonesia, Oppo dan Vivo mulai mengungguli Samsung dalam penjualan eceran offline. Sementara Xiaomi mempertahankan dominasinya dalam penjualan flash sale di pasar online. Kombinasi strategi dari ketiga vendor tersebut, membuat posisi Samsung semakin tak berkutik.

Keadaan menjadi bertambah buruk, karena Samsung tak lagi dominan di segmen premium. Konsumen di Indonesia cenderung lebih memilih smartphone yang diluncurkan oleh Apple, bukan flagships Samsung seperti Galaxy S8 atau Note 8.

Sampai kapan Samsung bisa bertahan di posisi puncak? Waktu yang akan membuktikannya.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.