Hal ihwal praktik 'doksing' yang mengancam Anda di media sosial

Hal ihwal praktik 'doksing' yang mengancam Anda di media sosial
Twitter Hak atas foto Bethany Clarke/Getty Images

Setelah muncul aksi persekusi yang dinilai merajalela dan tercatat dialami sampai 105 orang sepanjang 2017, beberapa di antaranya sampai kehilangan pekerjaan, kini muncul aksi doksing yang diangggap sebagai 'pembalasan'.

Banyak pihak mengatakan persekusi dan doksing ini tak bisa dibenarkan.

Dina Rahmawati, seorang ibu rumah tangga dan penggiat urban farming, terkejut ketika notifikasi di akun Twitter-nya tiba-tiba penuh dengan cercaan dan cemoohan dari orang-orang yang tidak dikenalnya.

"Mereka menyerang saya dengan bilang, 'oh ini geng penyebar fitnah', 'oh ini geng penyebar hoaks'. Saya kaget, saya panik, saya pikir ada yang menggunakan data saya untuk apa gitu, sampai akhirnya saya coba menenangkan diri, saya scroll-scroll ke bawah dan menemukan," kata Dina.

Dapat suntikan dana Google, Go-Jek berharap percepat inovasi Persekusi media sosial 2017: korban 105 orang, beberapa orang kehilangan pekerjaan Kontroversi komika Joshua Suherman dan Ge Pamungkas: Antara 'satire' dan 'menista agama'

Ternyata, sumber dari berbagai komentar tak menyenangkan dari orang-orang yang tak dikenal Dina itu adalah tuduhan dari sebuah akun di Twitter yang mengatakan bahwa dia adalah bagian dari tim media sosial Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Menurut Dina, tuduhan itu salah.

Bukan saja dia tidak prnah menjadi pendukung Anies Baswedan dalam pilkada, wajah yang dilingkari dalam foto bersama Anies yang disebut sebagai fotonya, ternyata bukan dia.

Namun toh tetap saja Dina sudah keburu mendapat 'serangan' di dunia maya dari orang-orang yang menganggap dia bagian dari dari tim politik Anies.

Yang lebih mengagetkan lagi bagi Dina, akun yang menuduhnya itu juga menyatakan dia akan menelepon atau mendatangi rumah Dina jika tuduhannya itu tidak dijawab.

Fiera Lovita: 'Saya tidak aman di Solok, saya minta perlindungan polisi' Video viral 'disangka gay' ternyata kakak-adik, pengunggah 'tak perhatikan privasi'

"Dia kan mengancamnya secara halus kan, tapi sebetulnya serius. Saya tidak kenal sama dia, akunnya anonim kan, tapi dia bisa mau menelepon atau mau main ke rumah. Dan dia terkenal karena akunnya biasa mempersekusi orang. Untungnya saya menjawab tweetnya dia, jadi dia diam," kata Dina lagi.

Akhirnya Dina dan suaminya mengambil langkah hukum, dengan melayangkan somasi pada akun yang disebut mengancamnya itu.

Suami Dina, Muki Ginanjar, membagikan kronologi somasi tersebut lewat unggahannya di Twitter. Cuitan tersebut sudah dibagikan hampir 600 kali dan disukai lebih dari 500 kali.

Koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SafeNet, Damar Juniarto, mengatakan bahwa yang terjadi pada Dina adalah bagian dari praktik 'doksing' atau membuka identitas pribadi seseorang dan mempublikasikannya ke internet, yang biasanya berlatar niat atau tujuan jahat.

Menurut Damar, "bahayanya dari doxing ini adalah ruang untuk memeriksa kebenaran sudah tidak ada lagi, karena sudah distigma, tidak ada challenge untuk menyatakan bahwa, 'eh bukan, kamu salah sasaran'."

Dalam kasus Dina, Damar melihat bahwa ancaman yang diterima Dina karena dia dianggap masuk dalam rangkaian sekitar 15-20 orang yang punya afiliasi politik yang sama yang juga tengah diungkap identitasnya oleh akun yang sama.

'Kampanye Celup': Mengunggah foto orang pacaran dan terancam pelanggaran tindak asusila Facebook FPI picu kekerasan atau menyebar pesan kemanusiaan?

Selain itu, menurut Damar, bahaya doksing bukan hanya soal membuka identitas pribadi pada publik dan menutup ruang bantahan.

"Pada saat yang sama, mungkin hanya selisih beberapa detik ya dari cuitan awal, itu sudah masuk ancaman-ancaman atau online harassment pada orang yang dituduh, dan itu menambah derajatnya bukan hanya soal asas praduga tak bersalah yang tidak ditegakkan, tapi juga ancaman yang langsung yang ditimbulkan dari tuduhan tersebut," ujarnya.

Namun warganet juga melihat kecenderungan bahwa aksi doksing tersebut mendapat dukungan karena mengungkap orang-orang yang selama ini diduga melakukan aksi persekusi.

Damar menilai bahwa aksi doksingyang sekarang terjadi adalah sebuah reaksi saling berbalasan antara dua kubu afiliasi politik yang berbeda.

"Sebelumnya, pihak yang lain yang disasar melakukan hal yang sama, dengan men-doksingorang lain yang dianggap penista agama, untuk menimbulkan kesan teror bahwa 'jangan macam-macam, kita bisa menggeruduk kamu'," tambah Damar.

"Sebenarnya memang tren, tapi ini sesuatu yang pemicunya nggak harus tentang politik, tapi karena memang politiknya seperti ini, ya jadi bentuk doksing-nya menyasar orang-orang yang berlawanan," katanya.

'Memburu' pengguna medsos terkait Rizieq Shihab: Perlu dilakukan atau mesti ditindak tegas? Dari bani daster sampai IQ 200 sekolam, 'kamus nyinyir' berbagai istilah di medsos yang diperbarui

Pesan yang didapat dari doksing, menurutnya adalah, ada ancaman yang bisa langsung didapat ketika seseorang berbeda pendapat dengan orang lain untuk kemudian menjadi persekusi.

Dan karena salah satu tujuan doxing adalah mempermalukan secara publik, maka derajat karakter seseorang akan sulit untuk pulih dan dipercaya lagi.

Dan karena inilah, menurut Damar, terlepas dari pihak mana yang dianggap 'lebih tepat' ataupun 'lebih salah', aksi doksingtetap tak bisa dibenarkan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.