Tim pengacara minta Setya Novanto dibebaskan terkait 'pencoretan' nama Yasonna Laoly dan Ganjar Pranowo
Tim penasehat hukum Setya Novanto alias Setnov menuding jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sengaja mencoret tiga nama politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Perjuangan dari dakwaan klien mereka. Ketiganya adalah Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, serta Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey.
Ketika membacakan nota keberatan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12), mereka menyebut jaksa penuntut umum tidak konsisten menyebut orang-orang yang diduga menerima suap dari proyek e-KTP.
Atas dakwaan yang mereka sebut tidak jelas itu, penasehat hukum meminta majelis hakim membebaskan Setnov.
Penasehat hukum Setnov berkata, dalam dakwaan untuk dua mantan petinggi Kementerian Dalam Negeri, yaitu Irman dan Sugiharto, jaksa mencantumkan nama Ganjar Pranowo yang diduga menerima US$520 ribu.
Selain Ganjar, kuasa hukum Setnov mengatakan, surat dakwaan Irman dan Sugiharto juga memuat nama Yasonna Laoly yang diduga menerima suap sebesar US$84 ribu dan Olly Dondokambey sebanyak US$1,2 juta.
"Namun dalam surat dakwaan Andi Narogong dan dakwaan Setya Novanto, nama-nama tersebut dihilangkan secara sengaja," kata seorang anggota tim kuasa hukum Setnov.
Pekan lalu, usai sidang perdana, jaksa KPK Irene Putri sempat angkat bicara soal hilangnya nama-nama terduga penerima suap e-KTP di dakwaan Setnov.
Irene berkata, dakwaan untuk setiap terdakwa berbeda karena pembuktian dalam persidangan harus difokuskan pada masing-masing perbuatan terdakwa.
"Dalam dakwaan splitsing, kami akan fokus dengan perbuatan terdakwa.Jadi rangkaian perbuatan Setya Novanto itu yang akan kami fokuskan," kata Irene.
Selain politikus PDIP, jaksa juga dituding tidak cermat memasukkan sejumlah terduga penerima suap lainnya.
Kuasa hukum Setnov berkata, Ade Komaruddin, Markus Nari, dan Jafar Hafsah masuk dalam dakwaan Irman, Sugiharto, dan Setnov, tapi tidak tercatat dalam dakwaan Andi Narogong.
Hak atas foto EPA Image caption Dalam sidang pembacaan eksepsi, Setya Novanto tidak mengucapkan sepatah katapun.Di luar perbedaan daftar terduga penerima suap e-KTP, kuasa hukum Setnov juga membandingkan waktu dan tempat perbuatan melawan hukum yang diajukan jaksa kepada Setnov, Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
"Setya Novanto didakwa melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama, tapi dalam surat dakwaan, baik tempus maupun locus delicti serta uraian perbuatan materiil, sangat jauh berbeda, seolah-olah ini bukan dakwaan splitsing," kata Firman Wijaya, kuasa hukum Setnov.
Secara umum, kuasa hukum Setnov lainnya, Maqdir Ismail, menuding surat dakwaan jaksa tidak cermat dan tidak jelas. Ia meminta majelis hakim tidak menerima dakwaan tersebut sehingga perkara itu batal demi hukum dan membebaskan Setnov dari rutan KPK.
"Kami memohon majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sela, yaitu menerima keberatan eksepsi terdakwa," kata Maqdir.
Hak atas foto AFP Image caption Setya Novanto ditahan KPK sejak 20 November 2017.Dalam dakwaan jaksa KPK, Setnov didakwa memperkaya diri sendiri, beberapa orang, dan sejumlah perusahaan sehingga dalam proyek e-KTP, negara merugi hingga Rp2,3 triliun. Setnov didakwa menerima US$7,3 juta dalam berbagai bentuk, baik uang maupun barang.
Sidang Setnov berikutnya akan dilanjutkan Kamis pekan depan dengan agenda pembacaan tanggapan dari jaksa KPK.
Post a Comment